
Lewat kompensasi itu, kuasa hukum perusahaan mencoba melakukan negosiasi dan meminta agar lahan dikembalikan. Namun, upaya tersebut tak membuahkan hasil.
“Kami sudah tawarkan kompensasi, tapi mereka tetap tidak mau pergi,” kata Danang saat dihubungi, Jumat (2/5/2025).
Menurut Danang, kelompok tersebut bukan ahli waris seperti yang diklaim, melainkan preman yang mencoba mengambil alih aset perusahaan.
“Enggak ada ahli waris di sana. Itu preman semua,” ujar dia.
Adapun Lippo Group mengaku memiliki lahan itu secara legal sejak 2014, lengkap dengan Sertifikat Kepemilikan Tanah (SKT) dan dokumen pendukung lainnya.
“Intinya, kami punya sertifikat resmi sejak 2014. Sudah sebelas tahun lahan itu jadi milik kami,” tambah Danang.
Danang mengatakan, kelompok tersebut mulai menempati lahan yang terdiri dari tiga bangunan itu sejak Maret 2025.
Ia menduga ada pihak-pihak tertentu yang memprovokasi kelompok tersebut untuk menduduki lahan.
“Kami enggak tahu siapa yang menyuruh mereka. Bisa saja dari mafia tanah. Mafia bisa saja menyuruh orang mengaku sebagai ahli waris,” tambahnya.
Menurut Danang, bentrokan bermula saat sekitar 20 orang perwakilan perusahaan yang datang ke lokasi diserang dari dalam area lahan menggunakan batu. Meski begitu, ia mengaku tidak mengetahui detail kejadian di lapangan.
Polisi membenarkan adanya serangan yang dilakukan oleh kelompok yang mengaku sebagai ahli waris pada Rabu lalu.
Kapolsek Mampang Prapatan Komisaris Aba Wahid Key mengatakan, kuasa hukum perusahaan dihalangi dan dilempari batu oleh kelompok tersebut hingga bentrokan tak terhindarkan.
“(Kuasa hukum pemilik lahan) dihalangi oleh sekelompok orang yang menempati lahan dan mengaku sebagai ahli waris, lalu melempar batu ke arah luar. Akibatnya terjadi saling lempar,” ujar Aba.
Polres Metro Jakarta Selatan kini telah menetapkan 10 orang sebagai tersangka dari total 27 orang yang diperiksa usai bentrokan. Mereka berasal dari pihak penyerang.
Menurut Kanit Kriminal Umum Polres Metro Jakarta Selatan AKP Igo Fazar Akbar, kelompok penyerang itu diduga merupakan orang bayaran.
“Sepuluh orang yang ditetapkan sebagai tersangka berasal dari kelompok yang mengaku memiliki legalitas atau sertifikat lahan. Tapi dari hasil penyelidikan, mereka diduga orang bayaran,” kata Igo.