NAGA138 – Ironi CFD di Depok: Digelar untuk Rakyat, tapi Ada yang “Minta Jatah”

PKL di CFD Depok keluhkan ada pungutan liar oleh

Lihat Foto

car free day (CFD) perdana yang digelar pada Minggu (4/5/2025) terlihat begitu tinggi.

Sejak pukul 05.30 WIB, ruas Jalan Margonda Raya mulai dipadati warga yang datang dengan pakaian olahraga, membawa sepeda, hingga berjalan santai bersama keluarga.

Rahma (25), warga Beji, mengaku gembira dengan penyelenggaraan CFD yang akhirnya hadir di kota tempat tinggalnya.

“Kami sangat senang ada CFD di Depok. Ini merupakan kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga, berolahraga, dan menikmati udara pagi yang segar,” ujar Rahma.

Senada dengan Rahma, Dara (30) merasa CFD menghadirkan suasana baru yang jauh lebih nyaman untuk berolahraga.

“Senang banget akhirnya Depok punya CFD juga. Saya biasa sepedaan di sekitar rumah, tapi suasananya beda kalau jalannya ditutup, jadi lebih bebas dan aman,” kata dia.

Namun, di balik semangat menyenangkan itu, muncul wajah lain yang mencederai makna “untuk rakyat”, yaknim sejumlah pedagang kaki lima (PKL) mengeluhkan adanya pungutan liar (pungli).

Sejumlah pedagang dimintai pungutan oleh pihak tidak resmi dengan dalih kebersihan dan keamanan.

Ahmad (42), pedagang minuman, mengaku diminta Rp 20.000 oleh seseorang yang mengaku anggota karang taruna.

“Ada yang minta, katanya buat kebersihan atau keamanan, tapi enggak jelas dari mana. Kalau enggak kasih, ya kita dicatat namanya. Saya juga enggak tahu buat apa, tapi katanya dari karang taruna kawasan Margonda,” ungkapnya.

Sari (35), penjual makanan ringan, menyayangkan lemahnya pengawasan dari pemerintah kota.

“Padahal kita sudah tahu CFD ini untuk masyarakat, tapi malah ada yang manfaatin. Harusnya ditertibkan pemerintah Depok, kalau bisa diawasi dan diberi informasi kalau CFD jangan ada yang pungli,” ujar dia.

Praktik serupa juga dialami Sri Wahyuni (45), pedagang minuman di depan ITC Depok. Ia mengaku dimintai pungutan dengan alasan untuk iuran kebersihan, meski tidak jelas siapa yang memintanya.

“Katanya untuk iuran kebersihan, tapi enggak jelas siapa yang minta. Ada yang pakai rompi, tapi enggak ada tanda resmi. Harusnya sih kita bisa kerja sama dengan petugas, jangan ada pemungutan kayak gitu lagi,” kata Sri.

“Saya juga cuma jual minuman, keuntungannya juga diki. Ini dari buka baru Rp 100.000 lebih, belum sampai Rp 150.000,” imbuh dia.

Para PKL berharap Pemkot Depok segera turun tangan agar ruang publik seperti CFD benar-benar menjadi milik bersama, bukan ladang pungli terselubung.

Sementara itu, Pemerintah Kota Depok belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan pungli di kegiatan CFD tersebut.

Sementara masyarakat berharap CFD bisa terus berlanjut, kekhawatiran akan ketidaktertiban dan pungutan tak sah menjadi bayang-bayang yang tak bisa diabaikan.