
Kritikan tersebut berkaitan dengan penghapusan kegiatan wisuda dan penggusuran rumah di bantaran kali yang baru-baru ini digencarkan Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi merespons kritikan tersebut dengan mengundang remaja itu untuk berdiskusi mengenai kebijakannya.
Remaja perempuan itu menjelaskan alasannya mengkritik kebijakan Gubernur terkait penghapusan wisuda di sekolah. Di sisi lain, remaja itu mengatakan perlu ada kegiatan perpisahan sebagai kenang-kenangan di masa sekolah.
Dedi Mulyadi kemudian mempertanyakan keberadaan wisuda di jenjang pendidikan yang lebih rendah.
“Di negara mana yang TK ada wisuda, SMP ada wisuda, SMA ada wisuda di negara mana tuh? Hanya di Indonesia,” ucap Dedi Mulyadi, dikutip dari kanal Youtube-nya, Kang Dedi Mulyadi Channel, Minggu (27/4/2025).
Ia menjelaskan, wisuda seharusnya hanya diperuntukkan bagi mereka yang menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Dedi juga menyoroti beban biaya yang ditanggung orang tua.
“Wisuda untuk siapa coba? Yang kuliah, di kita anak TK wisuda biaya gak? (Ada) biaya. Punya rumah enggak yang ikut wisuda TK itu? Enggak. Pake bantaran sungai ya, kan?” ucap Dedi lagi.
Dalam diskusi itu, Dedi menegaskan bahwa kebijakan tersebut dilakukan untuk kepentingan rakyat Jawa Barat, khususnya orang tua yang tengah mengupayakan pendidikan untuk anak-anaknya.
“Saya tanya, gubernur melakukan itu untuk siapa?” tanyanya kembali.
“Rakyat semua,” jawab remaja tersebut.
“Orangtua,” imbuh Dedi.
Di sisi lain, Dedi berpendapat bahwa kenangan tidak hanya terbangun saat kegiatan perpisahan, melainkan selama proses belajar.
“Kenangan indah itu saat proses belajar selama tiga tahun,” katanya.
Namun, remaja tersebut tetap bersikeras bahwa perpisahan adalah momen penting lantaran mereka belum tentu saling berinteraksi setelah lulus.